بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sang Pemenang


Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang pembalap sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya.

Ada seseorang anak yang bernama Yaya. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk fainal. Dibanding semua lawannya, mibil Yaya lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.

Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu berkedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Akan tetapi, Yaya bangga dengan apa yang dimiliki  semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 pembalap kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya.

Namun, sesaat kemudian, Yaya meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdo’a, matanya terpejam, dengan tangan yang tertangkup memanjatkan do’a, lalu, semenit kemudian, ia berkata, “Ya, Aku siap!”.

Dor.... tanda balapan telah dimula, dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing. “Ayo...ayo...ayo...cepat...cepat....maju...maju....”, begitu teriak mereka. Ahha...sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah menanti. Dan, Yaya lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Yaya. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi delam hati. “Terima kasih”.


Saat pembagian piala tiba. Yaya maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya. “Hai jagoan, kamu pasti tadi berdo’a kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?”. Yaya terdiam. “Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan” kata Yaya.

Ia lalu melanjutkan, “Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan orang lain. Aku, hanya bermohon kepada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah”. Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.

No comments:

Post a Comment