Hari
pertama anak itu telah memakukan 35 buah paku ke pohon setiap kali dia marah,
lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih
mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pohon.
Akhirnya
tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan
amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini
kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku setiap
hari dimana dia tidak marah.
Hari-hari
berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku
telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pohon. “Hmmm..., kmu
telah berhasil dengan baik anakku, akan tetapi lihatlah lubang-lubang di pohon
ini. Pohon ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. Ketika kamu
mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu meninggalkan bekas seperti
lubang ini. . .di hati orang lain.”
Kamu
dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu, tetapi tidak
peduli berapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada, dan luka karena
kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik....”
No comments:
Post a Comment