بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Bagian Tubuh Yang Paling Penting


Bagian Tubuh Yang Paling Penting

Ibuku selalu bertanya kepadaku, apa bagian tubuh yang paling penting?. Bertahun-tahun, aku selalu menebak dengan jawaban yang aku anggap benar. Ketika aku muda, aku pikir suara adalah yang paling penting bagi kita sebagai manusia, jadi aku jawab, “Telinga, Bu.” Ternyata itu bukan jawabannya.

“Bukan itu, Nak. Banyak orang yang tuli. Tapi, teruslah memikirkannya dan aku akan menanyakannya lagi nanti.”

Beberapa tahun kemudian, aku mencoba menjawab, sebelum dia bertanya kepadaku lagi. Sejak jawaban pertama, kini aku yakin jawaban kali ini pasti benar. Jadi, kali ini Aku memberitahukannya. “Bu, penglihatan sangat penting bagi semua orang, jadi pastilah mata kita.”

Dia memandangku dan berkata, “Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta.”

Gagal lagi, aku akan meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun, Ibu terus bertanya kepadaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, “Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, Anakku.”

Tahun lalu, Kakekku meninggal. Semua keluarga bersedih. Semua menangis. Bahkan, Ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat pertama kalinya aku lihat dia menangis. Ibuku memandangku ketika tiba gilirangku untuk mengucapkan selamat tinggal pada Kakek.

Dia bertanya padaku, “Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayangku?”

Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berfikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan Aku.

Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, ”Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu benar-benar hidup. Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan Aku telah memberitahu kamu kenapa. Tapi, hari ini adalah hari dimana kamu harus mendapat pelajaran yang sangat penting.”

Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air. Dia berkata, “Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah BAHUMU.”

Aku bertanya, “Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala kita?”

Ibu menjawab, “Ia, tapi bukan hanya itu, bahu juga dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangi ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku Cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman, agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapanpun kamu membutuhkan atau sebaliknya.

Akhirnya, Aku tahu, bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialami oleh orang lain. Orang akan melupakan apa yang kamu katakan. Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan. Tapi, orang  TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti. 

Kearifan Emas

Kearifan Emas

Seorang Anak mendatangi Zun-Nun dan bertanya, “Guru, Saya tidak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain.”

Sang sufi hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata, “Nak, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?”

Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, Anak tadi merasa ragu, “Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini busa dijual seharga itu.”

“Cobalah dulu, Nak. Siapa tahu kamu berhasil.”

Anak itupun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada orang lain. Ternyata, tak seorangpun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, Anak itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke tempat Zun-Nun dan melapor, “Guru, tak seorangpun berani menawar lebih dari satu keping perak.”

Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberi penilaian.”

Anak itupun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali melapor dengan raut wajah yang berseri-seri. Ia kemudian berkata “Guru, ternyata pedagang di toko atau tukang emas tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas.”

Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang diitawar oleh para pedagang di pasar.

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih, “Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi Anak musa. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiaanya. Hanya para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar yang menilai demikian. Namun tidak bagi pedagang emas.” 


“Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itulah proses, wahai Nak. Kita tak bisa menilai hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata perak dan yang kita lihat sebagai perak ternyata emas.”

Hadiah Terbaik


Hadiah Terbaik

1. Kepada kawan yaitu kesetiaan

2. Kepada musuh yaitu kemaafan

3. Kepada ketua yaitu Khidmat

4. Kepada yang muda yaitu contoh terbaik

5. Kepada yang tua penghormatan
6. Kepada pasangan yaitu cinta dan ketaatan

7. Kepada manusia kebebasan