بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Garam Dan Telaga


Suatu ketika, hiduplah Orang Tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirudung dalam banyak masalah. Langkahnya gontai dan mimik mukanya yang ruwet. Anak Muda itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, anak muda itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkan dengan seksama. Setelah anak muda tadi selesai menceritakan masalahnya, sang Orang Tua bijak pun mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dilarutkannya garam tersebut kedalam  gelas yang berisi air. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya...” ujar Pak tua itu.

“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.


Pak Tua itu, tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.


Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatlah gelombang mengaduk-ngaduk dan tercipta riak air yang mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah”. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.

“Segar”, sahut tamunya. “Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi. “Tidak”, jawab si Anak Muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si Anak Muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di pinggir telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih baik dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.”

“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita melatakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adlaha wadah itu. Perasaanmu adalah benda itu. Qalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mempu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.   

No comments:

Post a Comment