بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Kearifan Emas

Kearifan Emas

Seorang Anak mendatangi Zun-Nun dan bertanya, “Guru, Saya tidak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain.”

Sang sufi hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata, “Nak, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?”

Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, Anak tadi merasa ragu, “Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini busa dijual seharga itu.”

“Cobalah dulu, Nak. Siapa tahu kamu berhasil.”

Anak itupun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada orang lain. Ternyata, tak seorangpun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, Anak itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke tempat Zun-Nun dan melapor, “Guru, tak seorangpun berani menawar lebih dari satu keping perak.”

Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberi penilaian.”

Anak itupun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali melapor dengan raut wajah yang berseri-seri. Ia kemudian berkata “Guru, ternyata pedagang di toko atau tukang emas tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas.”

Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang diitawar oleh para pedagang di pasar.

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih, “Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi Anak musa. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiaanya. Hanya para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar yang menilai demikian. Namun tidak bagi pedagang emas.” 


“Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itulah proses, wahai Nak. Kita tak bisa menilai hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata perak dan yang kita lihat sebagai perak ternyata emas.”

No comments:

Post a Comment